Powered By Blogger

Senin, 09 Januari 2012

Konsep Dasar IPS 2

Konsep Dasar IPS
a.             Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Menurut Para Pakar :
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89).
Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Sciences) menurut Daljoeni (1992: 7), sebagai ilmu pengetahuan tentang manusia di dalam kelompok yang disebut masyarakat dengan
menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Dengan demikian, IPS adalah ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan secara sistematis dan dibangun melalui penyelidikan ilmiah dan penelitian yang sudah direncanakan.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
IPS adalah fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-ilmu Sosial. Pengertian fusi disini adalah bahwa IPS merupakan bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin ilmu yang ada. Artinya bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah, melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu.
Sumber :
Suherman, Aris dkk. 2008. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Cirebon :STAIN Press

b.             Pengertian Ilmu- Ilmu Sosial menurut para pakar :
Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk (Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1))
Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok (Nursid Sumaatmaja).
 Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah  ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Tingkah laku manusia dalam masyarakat itu banyak sekali aspeknya seperti aspek ekonomi, aspek sikap, aspek mental, aspek budaya, aspek hubungan sosial, dan sebagainya. Studi khusus tentang aspek-aspek tingkah laku manusia inilah yang menghasilkan Ilmu Sosial seperti ekonomi, ilmu hukum, ilmu politik, psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
Ilmu Sosial adalah cabang dari disiplin pengetahuan yang diajarkan dan diteliti di tingkat perguruan tinggi atau universitas.Ilmu Sosial disiplin didefinisikan dan diakui oleh jurnal akademik di mana penelitian ini diterbitkan, dan Ilmu Sosial belajar masyarakat dan departemen atau fakultas akademik yang praktisi mereka berada.Ilmu Sosial bidang studi biasanya memiliki beberapa sub-disiplin atau cabang, dan garis membedakan antara keduanya sering sewenang-wenang dan ambigu.
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok.
Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sumber :
Suherman, Aris dkk. 2008. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Cirebon :STAIN Press

c.              Persamaan dan Perbedaan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial, serta Hubungan antara keduanya :
Jika kita lihat uraian di atas maka kita dapat memahami persamaan dan perbedaan dari ilmu-ilmu social yang ada. Dimana persamaannya adalah sama-sama merupakan bagian dari social science. Antara yang satu dengan yang lain masih berkaitan walaupun agak renggang. Tetapi masih menyangkut masalah social dan bertujuan untuk kepent ingan social serta cabang-cabang ilmu social itu muncul akibat munculnya masalah-masalah social yang semakin serius.
Perbedaan
Ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun secara kelompok. Ada bermacam-macam aspek tingkah laku manusia itu di dalam masyarakat, misalnya aspek ekonomi, aspek budaya, aspek mental, aspek hubungan manusia, dan sebagainya.
Sedangkan IPS adalah hasil integrasi atau perpaduan dari ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan, dimodifikasi, dan disesuaikan dengan jenjang pendididkan.
Perbedaan penting antara IIS dan IPS terdapat pada tujuan masing-masing, sebagaimana kita ketahui setiap ilmu bertujuan memajukan dan mengembangkan ilmu masing-masing dengan menghimpun fakta, mengembangkan konsep dan generalisasi.
Persamaan
Persamaan antara IPS dengan Ilmu Sosial terletak pada sasaran yang di selidiki manusia dalam kehidupan bermasyarakat.keduanya membahas masalah yang timbul akibat antar hubungan (interrelationship) manusia. Dengan kata lain keduanya mempelajari masyarakat manusia.
Hubungan IPS dengan Ilmu-ilmu Sosial
Sedangkan mengenai kaitan antara IPS dan IIS akan lebih mudah di pahami jika memperhatikan kembali batasan yang di buat Edagar B. Wesley semenjak tahun 1930. Pada dasarnya wesley  mendapat bahwa study social adalh IIS yang di sesuaikan dan di sederhanakan guna mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
Dari uraian di atas IPS tidak sama dengan IIS tapi menggunakan bagian-bagian ilmu social guna kepentingan pengajaran. Untuk itu  berbagi konsep dan generalisasi perlu Ilmu Sosial perlu disederhanakan agar lebih mudah di pahami peserta didik yang belum matang umumnya untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Disinilah letak perbedaan antari IIS dan IPS.
Sumber :
Suherman, Aris dkk. 2008. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Cirebon :STAIN Press
http:// iis.ips.persamaan-perbedaan-hubungan.htm.com

Sejarah IPS
Istilah IPS telah digunakan dalam kurikulum 1975. Nama lain dari studi sosial adalah  ilmu-ilmu social yang kemudian menjadi ilmu pengetauhuan social atau IPS dan pada akhirnya pada tahun 1976 menjadi bahasa baku.
Ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “sosial Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of sosial Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama. Nama komite itulah yang kemudian digunakan sebagai nama kurikulum yang mereka hasilkan. Meskipun demikian nama “sosial Studies” menjadi semakin terkenal pada tahun l960-an, ketika pemerintah mulai memberikan dana untuk mengembangkan kurikulum tersebut.
Pada waktu Indonesia memperkenalkan konsep IPS, pengertian dan tujuannya tidaklah persis sama dengan sosial studies yang ada di Amerika Serikat. Harus diingat bahwa kondisi masyarakat Indonesia berbeda dengan kondisi masyarakat Amerika Serikat. Ini mengisyaratkan adanya penyesuaian-penyesuaian tertentu. Sebenarnya keadaan ini sangat baik, karena setiap ide yang datang dari luar, dapat kita terima bila sesuai dengan kondisi masyarakat kita.
Sejarah IPS di Dunia
Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut sosial Studies. Pertama kali sosial Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Revolusi Industri membawa perubahan yaitu mendatangkan kemakmuran bagi sebagian masyarakat Inggris.
Di sisi lain Revolusi Industri menimbulkan faham kapitalisme dan dehumanisasi yaitu manusia tidak dihargai sebagai manusia atau tidak memanusiakan  manusia, karena para industrialis lebih menghargai faktor produksi, modal, dan uang dari pada tenaga manusia. Setelah memperhatikan situasi tersebut maka Thomas Arnold bermaksud menanggulangi proses dehumanisasi, dengan cara memasukkan social studies ke dalam kuriklum di sekolahnya. Dengan tujuan agar siswa mempelajari masalah interaksi manusia serta ikut berperan aktif dalam kehidupan masyarakat, (Poerwito. 1991/1992:7).
Latar belakang dimasukkannya sosial studies dalam kurikulum  sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras diantaranya  ras Indian  yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi  kekuatan dunia, mulai  terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut  merasa sulit  untuk  menjadi satu bangsa. Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat  tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika.
Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan sosial studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya sosial studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan  sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics. Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan sosial Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar pendidikan. 
Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa:
·    menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan  hak-hak dan kewajibannya;
·      dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran IPS di sekolah dasar dan menengah. Pertimbangan lain dimasukkannya sosial studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS.  Agar materi pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.

Sumber :
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Sinar Grafika Offset.
Suherman, Aris dkk. 2008. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial . Cirebon : STAIN Press.

Artikel :
SEJARAH PERKEMBANGAN IPS DI INDONESIA
Posted by Dens78 Senin, 02 November 2009, under IPS, Rangkuman,

Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu
  1. Pengetahuan Sosial
  2. Studi Sosial
  3. Ilmu Pengetahuan Sosial 
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu. Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah :
  1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
  2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
  3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu :
  1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
  2. Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi dan geografi.
  3. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
  1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
  2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
  3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
  4. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.
DalmKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
  1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-IV.
  2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan ekonomi koperasi.
  3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :
a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.
b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP
PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.
PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjasi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS).
Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual PDIPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
  1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
  2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
  3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
  4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
  5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
  6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
  7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

Analisis :
Sebelum membahas tentang sejarah perkembangan Ilmu Pengetahuan Sosial, IPS sendiri merupakan kajian yang luas tentang manusia dan dunianya.
Mengingat IPS pada sejarahnya sudah mengalami perbaikan nama beberapa kali. Nama Ilmu Pengetahuan Sosial dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di Negara kita muncul bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975, dilihat dari diberlakukannya bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial masih terbilang baru, karena cara pandang yang dianutnya baru, tetapi bahan yang dikaji bukan baru.
IPS merupakan program pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah yang banyak disorot. Seperti yang disebutkan diatas bahwa IPS merupakan ilmu baru sehingga ada pandangan yang belum sesuai benar dengan sekelilingnya. Mungkin ini disebabkan karena cara pandang yang berbeda dari yang sudah ada, yaitu cara pandang yang bersifat terpadu. Sedangkan yang sebelum-sebelumnya tidak demikian.
IPS dahulu adalah program pendidikan yang terpisah-pisah, sejak di SD siswa sudah mendapat mata pelajaran yang terpisah-pisah, seperti Sejarah dan Geografi yang dulu disebut ilmu bumi. Untuk tingkat taman kanak-kanak bahan belajar menjangkau hubungan rumah dengan sekolah dan tanggung jawab mereka. Dikelas satu SD, IPS disajikan didalam keluarga dan lingkungannya, kelas dua mendapat kajian tentang lingkungan pertetanggaan dan komunitasnya diwilayah yang berbeda, umumnya di negara sendiri. Kelas tiga dihadapkan dengan komunitas sendiri dan luar negeri yang lebih dititik beratkan ialah tentang masalah sumber komunitas sendiri, kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kelas empat memperoleh bahan belajar tentang beberapa lingkungan wilayah dan kebudayaan di negara sendiri. Kelas lima dibahas sejarah dan geografi negara sendiri. Kelas enam tentang sejarah geografi dan beberapa segi dari wialyah tertentu didunia.
Dari cara pandang seperti itu kearah cara pandang terpadu tentu menimbulkan kesukaran. Banyak kalangan orang memandang bahwa IPS merupakan ilmu yang paling membingungkan dan kurang memuaskan.
IPS lahir dari para pakar pendidikan untuk membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan memahami kompleksitas kehidupan dimasyarakat yang sering kali tidak terduga.  Cakupan IPS sangat luas, tetapi tidak seluas pendidikan sosial karena pendidikan sosial mengacu kepada keseluruhan kehidupan interpersonal siswa yang meliputi pengajaran sosial yang dialami siswa dirumah, disekolah, dan di tempat bergaul.

Kurikulum IPS
Kurikulum dapat diartikan sebagai “Mata pelajaran yang harus ditempuh olh para siswa. Untuk melihat betapa luasnya makna kurikulum dengan merujuk pada klien dan kawan-kawan, raka Joni membedakan lima macam kurikulum, yaitu : kurikulum ideal, formal, instruksional, operasional, dan eksperiental (Raka Joni, 1983).
Kurikuum ideal merujuk kepada pengejawantahan  pemikiran para siswa. Rumusannya disusun secara sangat luas supaya dapat mewadahi keinginan seuruh warga bangsa. Di Indonesia Kurikulum Ideal ialah yang dapat terbaca dalam GBHN.
Kurikulum formal merujuk kurikulum yang dinyatakan secara resmi oleh pejabat yang berwenang. Di Indonesia pejabat yang berwenang ialah Menteri Pendidikan dan Kebudayaa. Akan tetai secra hierarkis elaksanaannya dilakukan oleh Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan., Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Pada Instansi itulah kurikulum diteliti dan dinilai teah mantap barulh isahkan dan diumumkan oleh Mendikbud.
Kurikulum Instruksional yaitu kurikulum yang diturunkan dari dokumen formal. Kurikulum instruksional sudah merupakan rencana pengajaran konkretvdan operasional yang akan dilaksanakan oleh guru di kelasnya. Kurikulum instruksional adalah program pengajaran yang dirancang dan akan dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Kuikulum Operasioanal  berkaitan dengan proses pembelajaran  yang dapat dilihat bagaimana seorang guru dan siswa dapat menagani bahan belajar dan  proses itu berlangsug dapat direkam oleh pengamat.  
Kurikulum eksperiental  jika dalam  proses itu memberi dampak dan benar-benar bermakna kepada siswa, tingakt inilah yang paling penting bagi siswa.
Tujuan
 
Semua unsur-unsur tersebut diatas saling terkait satu sama lain keterkaitan itu dapat disimak dalam bagan berikut :


 





                                                                                                                    
Dari bagan diatas dapat disimpulakan bahwa kurikulum memadukan tujuan pembelajaran yang sekaligus menggambarkan pula apa yang harus dipelajari di lembaga pendidikan, bagaimana pembelajrannya, dan pemntauan kemajuan hasil belajar siswa.
Kurikulum IPS menggambarkan hal-hal tersebut terdahulu dalam pengajaran IPS, jadi dalam kurikulum IPS dapat dilihat tentang :
1.        Tujuan pengajaran IPS
2.        Pengalaman belajar yang sesuai dan pengorganisasian pengalaman belajar IPS
3.        Bahan belajar pengajaran IPS
4.        Penilaian pengajaran IPS
Supaya pemilihan, penataan dan penyusunan bahan pengaaran IPS dapat dilakukan dengan efektif dan efisien, kita perlu memahami apa isi pengajaran IPS. Ditinjau dari segi isi maka pengajaran IPS tidk banyak berbeda dari pengajaran lainnya. Dari segi ini Hilda Taba menyerahkan bahwa yang harus diperhatikan ialah tingkatan dan fungsi isi pengajaran. Bagaimana tingkatan isi tersebut tampaknya tidak sama untuk semua penulis. Dalam bagian ini akan terlihat isi IPS dalam Empat tingkatan berikut :
1.        Fakta
2.        Konsep
3.        Generalisasi
4.        Hubungan di antara hal-hal diatas
          Dalam perkembangan pengajaran di Sekolah Dasar, telah terjadi prubahan kurikulum berkali-kali. Dua buah kurikulum yang diganti terakhir adalah kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968 dan Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1975.
          Sedangkan kurikulum yang ada saat ini adalah Kurikulum Sekolah Dasar pada tahun  1968. Dengan menyadari bahwa kurikulum selalu mengikuti tuntutan kemajuan masyarakat kita tidak prlu kaget apabila sewaktu-waktu terjadi perubahan kurikulum. Dengan perkataan lain kita perlu selalu siap menghadapi perubahan kurikulum dengan pikiran jernih dan terbuka.
          Dalam Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968 tidak terdapat mata pelajaran “Ilmu Pengetahuan Sosial” yang tercantum adalah Pendidikan Kewarga Negaraan yang isinya setara dengan IPS.
          Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968 pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Dengan demikian tidak mengherankan apabila terdaat beberapa persamaan antara kedua kurikulum tersebut. Di dalam kurikulum 1968, Ilmu Pengetahuan Sosial ditujukan untuk mengembangkancara berpikir kritis dan kreatif dalam melihat hubungan manusia dan lingkungan hidupnya. Dijelaskan selanjutnya bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial berfungsi membentuk sikap rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah yang diakibatkan oleh interaksi antara manusia dengan lingkungannya.
Tabel Kurikulum IPS
Tahun
Kurikulum
Keterangan
1954
Rencana Pelajaran 1954
Kurikulum 1947 : Rencana Pelajaran 1947
1968
Kurikulum 1968
Kurikulum terintegrasi dari beberapa pelajaran : Sejarah, Ilmu Bumi dan IIS
1975
Kurikulum 1975
-
1984
Kurikulum 1984
Penyempurnaan Kurikulum 1975
1994
Kurikulum 1994
Penyempurnaan Kurikulum 1984
2004
Kurikulum Berbadis Kompetensi (KBK)
Uji coba pengembangan Kurikulum
2004
KTSP
Kurikulum yang dikembangkan dari BSNP

Sumber :
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta : Sinar Grafika Offset.
Suherman, Aris dkk. 2008. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial . Cirebon : STAIN Press. 


Perkembangan IPS di Era Globalisasi 
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan umat manusia pada abad globalisasi. Menurut Samuel P. Huntington, bahwa pada era globalisasi batas-batas geografis negara menjadi kabur. Batas-batas peradaban menjadi benturan antar peradaban. Konflik antar peradaban merupakan fase akhir dalam evolusi konflik dunia modern. Kemajuan iptek telah mempendek jarak dan waktu demikian kuatnya. Kejadian di suatu tempat lokal, sudah menjadi bagian lokalitas lintas bangsa dan benua. Ekses globalisasi telah merambah berbagai lini kehidupan umat manusia, entah itu politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk juga pendidikan.
Beberapa fenomena penting abad globalisasi adalah liberalisasi/pasar bebas, seperti AFTA dan APEC. Suka tidak suka, mau tidak mau kita harus menghadapi liberalisasi yang dimulai akhir abad XX (permulaan abad XXI). Selain masalah politik dan ekonomi, liberalisasi juga telah mendorong dunia pendidikan mendapatkan dampak, baik langsung maupun tidak langsung. Sangat dimungkinkan bahwa sekolah-sekolah lokal akan tergusur oleh hadirnya lembaga pendidikan asing dalam berbagai format.
Pendidikan IPS yang selama ini terkesan jalan di tempat, masih belum mendapatkan posisi yang membanggakan di tengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini, Pendidikan IPS idealnya harus responsif dan menata diri berhadapan dengan globalisasi.
Globalisasi ditandai ‘lepasnya’ jarak dan waktu sebagai konsekuensi kemajuan iptek.    Batas-batas geografis menjadi samar-samar, nasionalisme telah memasuki fase baru. Dalam jaman pasca modern tersebut, menurut Giden, telah menghasilkan tiga lapisan politik, yakni etnik lokal, regional, jender atau ekologi; tingkat nasional; dan akhirnya tingkat supranasional, yang mencakup kawasan kontinental/komunitas global (Smith, 2003: 171). Dalam era ini isu-isu demokratisasi, HAM dan liberalisasi menjadi realitas yang harus dihadapi dan direspon secara cerdas. Abad keterbukaan, dimana ideologi isolasionalisme akan tenggelam dan runtuh.
Melihat fenomena dan kecenderungan dunia yang terus maju (seperti tanpa kendali), beberapa hambatan dan peluang pengembangan PIPS, bagaimana PIPS harus menempatkan diri (reposisi)? Masih relevankah PIPS menjadi kekuatan pendidikan yang mampu menopang kehidupan umat manusia? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, apabila PIPS tetap ingin eksis dan mempunyai kedudukan yang berarti bagi umat manusia.
Pertama, Pembangunan jati diri yang lebih tegas, integratif, dan tidak fragmentaris untuk mendapatkan kewibawaan. Eksistensi Program S2 dan S3 PIPS di UPI Bandung dan UNY Yogyakarta bukan harus mampu menjalin hubungan sinergis sebagai agen pembaharuan pendidikan IPS. Artinya kedua perguruan tinggi seperti UPI dan UNY hendaknya secara intensif melakukan komunikasi dengan berbagai elemen dalam rangka memperbaiki kualitas pendidikan IPS di Indonesia. Artinya kedua lembaga pendidikan tinggi (UPI dan UNY) harus mampu mempengaruhi pendidikan IPS secara nasional, bukan sekedar lokal.
Kedua, Pembaharuan kurikulum PIPS hendaknya bukan sekedar tambal sulam, tetapi lebih bersifat interdisipliner, dan berorientasi pada ‘functional knowledge” serta aspirasi kebudayaan Indonesia dan nilai-nilai agama.
Ketiga, Pengajar harus mampu menyajikan pengajaran/pembelajaran yang bersifat interdisipllin, berperan sebagai fasilitator pembelajar, dan menjadi problem solver baik
di kampus/sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat. Pengajar harus mampu memahami kebutuhan dasar lingkungannya, sehingga Pengajaran PIPS tidak bersifat kering. Pengajar bisa mengembangkan beberapa guidelines NCCS 1994 tentang pengajaran IPS yang powerful, yakni melakukan pengajaran IPS yang bermakna, integratif, berbasis nilai, menantang dan aktif. (Catur:2004).
Keempat, membangun hubungan secara sinergis antara LPTK, praktisi pendidikan, sekolah, pembuat kebijakan pendidikan, serta berbagai elemen environment guna melakukan sharing untuk menyusun kurikulum yang integratif dan responsif terhadap permasalahan-permasalahan riil, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Kurikulum IPS harus bersifat fleksibel, artinya senantiasa bisa diubah, perubahan berjalan secara kontinu supaya tidak ketinggalan jaman. (Nasution, 2003, 19)
Kelima, Kurikulum PIPS mampu membuat estimasi kehidupan yang akan berlangsung 30-50 tahun yang akan datang. Paradigma kurikulum PIPS berorientasi ke depan. Anak didik pada masa sekarang, mereka akan menempuh usia dewasanya pada 10 – 50 tahun yang akan datang. Konsekuensinya, kurikulum harus mampu mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan yang akan datang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS sebagai synthetic discipline berusaha mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. PIPS mempunyai peran penting dalam membangun identitas nasional untuk menjadikan siswa yang kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Di tengah iklim globalisasi, PIPS tetap diperlukan baik sebagai penopang identitas nasional, maupun problem solver masalah-masalah lokal, regional, nasional, dan global. Berbagai masalah PIPS baik dari kurikulum, pengembangan di LPTK, kemampuan guru dalam mengajarkan, dan kebijakan pemerintah dalam mendorong PIPS yang ideal perlu terus diusahakan secaraoptimal. Tanpa sinergitas dari berbagai komponen di atas, sulit mewujudka PIPS yang bermakna.

Sumber :
   
Artikel :
Pembelajaran IPS dalam Era Globalisasi dan Keragaman Budaya
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/a/ab/Perubahan_Ssial_5.jpg
Sepintas antara globalisasi dengan keragaman budaya tampak ada kontradiksi. Globalisasi menyadarkan akan adanya kesamaan dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, ada kesamaan kebutuhan dan keinginan, sementara keanekaragaman budaya mengajarkan adanya perbedaan di antara manusia sebagai pendukung kebudayaannya.
Pengajaran IPS berfungsi untuk membantu para siswa untuk menumbuhkembangkan kesadaran pentingnya pendekatan keanekaragaman budaya dalam memahami dan menyikapi globalisasi.
Pengajaran keanekaragaman dalam IPS harus mengandung tujuan, antara lain:
a. Mampu menstransformasikan bahwa sekolah akan memberikan pengalaman dan kesempatan yang sama pada semua siswa
b. Membimbing para siswa untuk mengembangkan sikap-sikap positif dalam mendekati masalah keanekaragaman budaya.
c. Memberikan ketrampilan dalam mengambil keputusan dan mengembangkan sikap-sikap sosial.
d. Membimbing para siswa mengembangkan pengetahuan , saling  memahami keterhubungan dan ketergantungan budaya dan mampu melihatnya dari pandangan yang berbeda-beda.
Sementara pengajaran globalisasi dalam IPS harus mengandung tujuan :
a) Mampu memberikan pengertian tentang persamaan dalam perbedaan.
b) Membantu mengembangkan pemahaman adanya saling ketergantungan dan kesamaan budaya daripada perbedaannya
c) Membantu memahami kenyataan bahwa ada masalah-masalah yang dihadapi bersama
d) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis terhadap masalah-masalah dunia dan kemampuan menganalisis informasi yang diterimanya
Dari tujuan yang telah dirumuskan, jelas bahwa melalui pengajaran IPS diharapkan akan lahir generasi muda yang penuh pengertian akan keragaman budaya dan ikut bertanggung jawab dan peduli terhadap masalah dan isu global sesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangan jiwa.

Analisis :
Globalisasi ditandai ‘lepasnya’ jarak dan waktu sebagai konsekuensi kemajuan iptek.    Batas-batas geografis menjadi samar-samar, nasionalisme telah memasuki fase baru. Dalam artikel saya diatas yang berjudul “ Perkembangan IPS di Era Globalisasi dan Keragaman budaya” menyebutkan bahwa Globalisasi dan Kebudayaan memiliki perbedaan, dimana arah yang keduanya ditimbulkan berbeda seperti Globalisasi “menyadarkan akan adanya kesamaan dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, ada kesamaan kebutuhan dan keinginan” sedangkan Keragaman Budaya “mengajarkan adanya perbedaan di antara manusia sebagai pendukung kebudayaannya” tetapi menurut saya walaupun keduanya memberikan pemahaman yang berbeda tapi memiliki keterkaitan.
Keterkaitannya terlihat menyatu dalam pengajaran IPS, dimana salah satu fungsi dari pengajaran IPS adalah membantu para siswa untuk menumbuhkembangkan kesadaran pentingnya pendekatan keanekaragaman budaya dalam memahami dan menyikapi globalisasi.
Walaupun demikian eksitensi IPS dalam Dunia Globalisasi masih sangat jauh dari apa yang kita bayangkan, IPS cenderung masih terkesan jalan di tempat, masih belum mendapatkan posisi yang membanggakan di tengah arus globalisasi. Menghadapi fenomena ini, Pendidikan IPS idealnya harus responsif dan menata diri berhadapan dengan globalisasi.
Oleh karena itu saya setuju dengan apa yang dijabarkan dalam Artikel bahwa Pengajaran IPS diharapkan mampu melahirkan generasi muda yang peduli terhadap kebudayaan Indonesia dan  penuh dengan rasa cinta untuk tetap melestarikan budaya di zaman Era Globalisasi sekarang ini. Yaitu salah satunya dengan cara : Pengajar harus mampu menyajikan pengajaran/pembelajaran yang bersifat interdisipllin, berperan sebagai fasilitator pembelajar, dan menjadi problem solver di sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat. Pengajar harus mampu memahami kebutuhan dasar lingkungannya, sehingga Pengajaran IPS tidak bersifat kering.
Karena IPS mempunyai peran penting dalam membangun identitas nasional untuk menjadikan siswa yang kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Apalagi Di tengah iklim globalisasi, IPS tetap diperlukan baik sebagai penopang identitas nasional, maupun problem solver masalah-masalah lokal, regional, nasional, dan global.

Pembaharuan Dalam Pembelajaran Pendidikan IPS di Indonesia
a.             Pembaharuan kurikulum
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal sejak lahirnya Kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial untuk tingkat persekolahan mneggunakan istilah yang berubah-ubah sesuai dengan situasi politik pada masa itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia diantaranya :
o   Kurikulum 1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdirir atas Sejarah Indonesia dan Geografi Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia. Dan kemudian digabungkan selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara  yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan kewargaan negara.
o   Pada tahun 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran sebagai akibat perubahan orientasi pendidikan. Mata pelajaran di sekolah dibedakan menjadi pendidikan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus.
o   Pada tahun 1975, lahirlah Kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam Kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dalam Kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.
o   Menjelang adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (KYD) baru terwujud pada tahun 1984.
o   Kurikulum IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelmahan Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran, Kurikulum IPS 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integrative dan structural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan integrative (integrated approach).
o   Pada tahun 1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini. Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam Kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan prinsip belajar aktif. Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini, menunjukkkan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan otonom yang cukup besar terhadap guru.
o   Memasuki Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat
o   Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan serta kepentingan pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu perlunya pendidikan kewarganegaraan bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun tujuan dan kajiannya adalah sama  yaitu membentuk warganegara yang baik, maka PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan IPS.
b.             Pembaharuan KBM
IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi  yang berkaitan dnegan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisiapsi untuk masa yang akan datang.
Ada beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui IPS, di antaranya:
  1. Guru IPS harus menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang relevan adalah cooperative learning.   Dengan pembelajaran cooperative learning, maka siswa tidak saja menghafal fakta, konsep dan pengetahuan yang bersifat kognitif rendah dan guru sebagai satu-satunya sumber informasi,  melainkan akan membawa siswa untuk berpartisipasi aktif karena siswa akan diminta melakukan tugas-tugas seperti bekerja kelompok, melakukan inkuiri dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kelas. Ini artinya guru bukan satu-satunya sumber informasi karena siswa akan mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai kegiatan belajar yang beragam pula. Guru selain berperan sebagai fasilitator dalam semua kegiatan siswa, juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan penilaian (assessment) baik untuk pengetahuan ke-IPS-an juga menilai keterampilan social  (social skill) selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
  2. Strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran dan pengembangan materi pelajaran dapat digunakan oleh guru IPS dalam mengembangkan keterampilan social. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas. Guru IPS konstruktivis harus dapat memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis, dan mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima.  Sikap kritis siswa terhadap informasi harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga harus selalu membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan menganalisis dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam menghafal dan mengingat melainkan juga menganalisis, memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang diterima.
  3. Strategi inkuiri yaitu stratgei yang menekankan peserta didik menggunkan keterampilan social dan intelektual dalam memperoleh pengalaman baru atau informasi baru melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Menurut Supriatna ada beberapa keuntungan dari strategi ini, yaitu:
a.       Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih realistic dan positif ketika menganalisis dan mengklasifikasikan data dalam memcahkan masalah.
b.      Memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan isu-isu tertentu, mencari data yang relevan serta membuat keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi.
c.       Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.
Supardi (2008) mengatakan belajar mengajar ilmu-ilmu social agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya bermakna (meaningfull), yaitu:
a.    Siswa belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan sikap yang mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.
b.    Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi siswa.
c.    Kebermaknaan dan pentingnya materi pelajaran ditekankan bagaimana cara penyajiaannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.
d.   Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendahuluan topic-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.
e.    Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment hendaknya difokuskan pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting dan terpateri dalam apa yang mereka pelajari.
f.     Guru hendaknya berpikir reflektif dalam melakukan perencanaan/ persiapan, perberlakuan dan assessment pembelajaran.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar